Selasa, 01 Desember 2009

The Jakarta History Museum (Fatahillah)

The Jakarta History Museum (also known as Fatahillah Museum) is housed in the former City Hall located in the old part of the city now known as Jakarta Kota, some hundred meters behind the port and warehouses of Sunda Kelapa.

Originally called the Stadhuis, this building was the administrative headquarters of the Dutch East India Company, and later of the Dutch Government. Built in 1710 by Governor General van Riebeeck, this solid building hides below it notorious dungeons and filthy water prisons. Most prisoners, both Dutch rebels and Indonesian “natives” were publicly flogged, barbarically impaled and executed on the square called the Stadhuisplein--now known as Fatihillah Square--while the Dutch overlords looked down superciliously on the proceedings below from the portico and windows above.

Indonesia’s freedom fighter Javanese Prince Diponegoro, who was treacherously arrested, was imprisoned here in 1830 before being banished to Manado in North Sulawesi. Another freedom fighter earlier imprisoned here around 1670 was Untung Suropati from East Java.

In the center of the square is a fountain which served as water supply for the colonial capital, Batavia, while to its north is a Portuguese cannon, believed to be a font of fertility.

Today, the Jakarta History Museum displays the history of Jakarta from prehistoric days to the founding of the town of Jayakarta in1527 by Prince Fatahillah of Banten, and through Dutch colonization from the 16th. century onwards until Indonesia’s Independence in 1945.

The collection includes a replica of the Tugu Inscription that dates back to the 5th century under the reign of the great King Purnawarman, evidence that the center of the Tarumanegara kingdom was located around the present day seaport of Tanjung Priok.

Further historical evidence of thriving Sunda Kelapa Harbour is a 16th. century map and replica of the 1522 Padrao monument, commemorating the friendship treaty between the Portuguese and the Sunda kingdom. Furthermore, maps and drawings show the establishment of the City of Jayakarta in 1527 by Prince Fatahillah. While the rich collection of Betawi and Colonial style furniture dating to the 17th, 18th and 19th century belongs to one of the most complete in the world. This collection reflects the influences of various cultural elements on the City of Batavia, namely from Europe, especially from the Netherlands, from China and India as well as from Indonesia itself.

And to bring more life and activities to the Old Batavia square, today the Jakarta Government has organized regular attractions involving local communities and their cultures. On Sundays, shows are performed presenting the Zapin dance, a combination of Betawi and Middle Eastern influences, the Barongsai Chinese lion dance, the Portuguese influenced keroncong music, the typical Betawi Tanjidor music, batik fashion shows, vintage cars parades, food and souvenirs and fireworks.

Jakarta Tempo Doeloe

Menyusuri jejak Jakarta tempo doeloe terasa menyenangkan. Menyusuri daerah kota yang begitu kental nuansa kota tua-nya, disanalah cikal bakal Jakarta yang sekarang sudah berkembang sangat luas.

Museum Sejarah Jakarta yang berseberangan dengan stasiun kota dulunya adalah bangunan bekas Balai Kota. Bangunan bertingkat dua ini menjadi pusat kota lama selesai dibangun 1712. Kegiatan di Balai Kota mengurusi masalah perkawinan, peradilan dan perdagangan, sampai dijuluki “Gedung Bicara”. Kemudian Balai Kota juga menjadi penjara yang menyeramkan selain sebagai pusat milisi 1620-1815. Tahun 1925 menjadi kantor pemerintah Jawa Barat sampai perang dunia II. Setelah perang dunia II Balai Kota dipakai sebagai markas tentara. Waktu Gubernur Ali Sadikin gedung dipugar dan sejak 1974 menjadi Museum Sejarah Jakarta.

Profil Persija

Berdiri: 1928
Alamat: Graha Wisata GOR Ragunan Lt 2, Jakarta Selatan
Telepon: 021-7818160
Ketua Klub: Toni Tobias
Stadion: Gelora Utama Bung Karno, Senayan, Jakarta

Sejarah Singkat

Persija adalah singkatan dari Persatuan Sepakbola Indonesia Jakarta, sebuah klub sepakbola profesional yang berbasis di ibu kota.

Saat ini, tim berjuluk Macan Kemayoran merupakan salah satu kontestan Superliga 2008/09. Kompetisi kasta tertinggi di pentas sepakbola nasional yang baru pertama kali digulirkan musim ini.

Didirikan pada tahun 1928, dengan cikal bakal bernama Voetbalbond Indonesish Jakarta (VIJ), tim ini adalah merupakan salah satu klub yang ikut mendirikan persatuan sepakbola seluruh Indonesia (PSSI).

Hal itu ditandai dengan keikutsertaan wakil VIJ Mr Soekardi, dalam pembentukan PSSI di Societeit Hadiprojo Yogyakarta pada Sabtu 19 April 1930.

Sempat menjadi jawara di era Perserikatan, klub ini semakin bersinar di era sepakbola profesional, setelah mendapat dukungan dan perhatian yang besar dari Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso kala itu.

Sayang seiring dengan lengsernya pria yang akrab di sapa Bang Yos itu, maka kondisi keuangan Persija menjadi tidak jelas. Hal itu setelah dana Anggaran dan Pendapatan Belaja Daerah (APBD) DKI Jakarta yang selama ini menopang kehidupan tim, tak lagi bisa dinikmati.

Akibatnya Persija mengalami krisis finansial yang hingga saat ini masih terus dialami tim yang memiliki pendukung fanatik yang cukup besar bernama Jak Mania.

Kiprah Di Superliga 2008/09

Di pertandingan awal Superliga, Persija sempat menggembrak dengan mendulang tujuh kemenangan, sekali seri dan sekali kalah, dari sembilan laga yang mereka mainkan. Sayang setelah itu mereka sempat mencetak hattrick kekalahan secara beruntun. Terlebih dengan kekalahan tragis dari tuan rumah Persipura dengan skor telak 6-0.

Hal tersebut ditengarai akibat krisis finansial yang belum juga berakhir, sehingga mental bertanding Ponaryo Astaman dan kawan-kawan terganggu. Maklum saja, karena krisis finansial itu membuat pemain belum menerima gaji selama beberapa bulan.

Peluang Juara

Sebagai tim yang boleh dikatakan bertabur bintang, Persija Jakarta punya kans yang cukup besar untuk tampil sebagai juara Superliga musim ini.

Meski demikian, bukan perkara mudah bagi tim ibu kota ini untuk bisa tampil menjadi yang terbaik. Pasalnya, mereka harus bisa bersaing dengan tim papan atas lainnya yang juga punya ambisi yang sama. Terlebih dengan kondisi finansial yang belum jelas.

Prestasi

Perserikatan

Juara: 1954, 1964, 1971-73, 1973-75, 1978/79
Runner-up: 1952, 1975-78, 1987/88

Liga Indonesia (LI)

LI 1994/1995: Peringkat 12 Wilayah Barat
LI 1995/1996: Peringkat 13 Wilayah Barat
LI 1996/1997: Peringkat 10 Wilayah Barat
LI 1998/1999: Semifinalis
LI 1999/2000: Semifinalis
LI 2001: Juara
LI 2002: 8 Besar
LI 2003: Peringkat 7
LI 2004: Peringkat 3
LI 2005: Runner-up
LI 2006: 8 Besar
LI 2007: 4 Besar